04/02/10


Tradisi nyongkolan dan sorong serah atau penganten laki-laki mendatangi rumah penganten perempuan secara beramai-ramai bagi masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) akhir-akhir ini semakin semarak dan biasanya dilaksanakan pada hari Minggu.
Diperoleh penjelasan bahwa di Kota Mataram saja ada sekitar lima penganten yang melakukan nyongkolan baik lakinya yang berasal dari Lombok Timur maupun Lombok Barat.
Sementara jika berjalan dari Mataram baik ke Lombok Timur maupun Lombok Tengah akan menjumpai warga yang sedang melakukan nyongkolan, sehingga jalan jadi macet.
Tradisi nyongkolan hampir dilupakan warga setempat, namun setelah diadakan gelar Bulan Apresiasi Budaya (BAP) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, maka nyongkolan kembali semarak.
Tokoh masyarakat Lombok Amaq Yusuf (50) mengatakan, dalam acara nyongkolan biasanya diiringi dengan berbagai kesenian tradisional seperti kecimol, gendang beleq (gendang besar) dan rudat sebagai kesenian ala Timur Tengah dengan menampilkan berbagai gerakan pencak silat.
Masyarakat yang akan melakukan nyongkolan semuanya memakai pakaian adat Lombok, yakni untuk laki-laki memakai baju piama warna hitam, ikat kepala dan menyelipkan keris baik di depan maupun di belakang, sementara perempuan memakai pakain baju kebaya atau lambung.
"Nyongkolan dilakukan setelah akad nikah dilaksanakan sekitar seminggu dan acara ini sebagian besar diikuti oleh para pemuda dan remaja," katanya.
Kakanwil Departemen Agama NTB, Drs. H. Lalu. Suhaimy Ismi mengatakan, angka perkawinan di NTB terutama di Lombok cukup tinggi bahkan tertinggi di Wilayah Nusa Tenggara.
"Kita belum menyebutkan berapa angka perkawinan per tahun, namun tingginya angka perkawinan tersebut dilihat dari sejumlah Kantor Urusan Agama (KUA) selalu kekurangan buku nikah," katanya.
"Pernah sejumlah KUA di daerah ini diprotes masyarakat, karena tidak memiliki buku nikah, sehingga segera mungkin buku nikah didroping ke KAU yang bersangkutan," katanya.